Setelah reuni, Sari dan Roni mulai sering bertukar pesan. Pada awalnya, pembicaraan mereka hanya seputar nostalgia masa sekolah, tetapi lambat laun percakapan mereka menjadi lebih pribadi. Sari merasa ada yang berbeda dalam dirinya setiap kali berbicara dengan Roni.
Sari: “Roni, kenapa rasanya kita lebih dekat sekarang daripada waktu sekolah dulu?” tanya Sari suatu malam melalui pesan singkat.
Roni: “Mungkin karena sekarang kita sudah lebih dewasa dan tahu apa yang kita inginkan,” balas Roni, membuat jantung Sari berdebar lebih cepat.
Pertemuan demi pertemuan terjadi, dari sekadar makan siang hingga makan malam yang romantis. Sari merasa seperti hidup kembali, setiap sentuhan dan perhatian Roni menyalakan api yang telah lama padam. Suatu malam, setelah makan malam yang hangat dan penuh tawa, Sari dan Roni berjalan-jalan di tepi pantai.
Roni: “Sari, ada yang ingin aku katakan padamu,” ujar Roni dengan suara lembut namun penuh dengan rasa ingin tahu.
Sari: “Apa itu, Roni?” jawab Sari, matanya mencari-cari jawaban dalam mata Roni yang tajam.
Roni: “Aku merasakan sesuatu yang kuat antara kita. Sesuatu yang tidak bisa aku abaikan,” kata Roni sambil menggenggam tangan Sari dengan erat.
Sari merasakan sentuhan itu seperti aliran listrik yang menjalar di seluruh tubuhnya. Dia mendekat, merasakan kehangatan tubuh Roni yang menenangkan.
Sari: “Roni, aku juga merasakannya. Tapi aku takut… takut melukai hati suamiku dan anak-anak,” kata Sari dengan suara bergetar.
Roni: “Aku mengerti perasaanmu, Sari. Tapi kamu juga harus memikirkan kebahagiaanmu sendiri. Kamu berhak merasakan cinta dan perhatian,” jawab Roni dengan lembut, suaranya penuh kehangatan.
Mereka berdiri di sana, berdua, merasakan angin laut yang lembut. Malam itu terasa lebih hangat dari biasanya. Roni merangkul Sari, dan dia merasa aman dalam pelukannya.
Roni: “Mari kita jalani ini dengan hati-hati, Sari. Kita tidak harus buru-buru. Aku ingin kamu tahu bahwa kamu berharga dan dicintai,” bisik Roni di telinga Sari.
Sari mengangguk, air mata kebahagiaan mulai mengalir di pipinya. Mereka saling memandang, mata mereka berbicara lebih banyak daripada kata-kata yang bisa diucapkan. Bibir mereka akhirnya bertemu, ciuman yang lembut namun penuh gairah. Sentuhan itu membuat Sari merasa hidup kembali, seperti bunga yang mekar di musim semi.
Beberapa hari kemudian, setelah beberapa kali pertemuan yang penuh keintiman, mereka memutuskan untuk bertemu di sebuah hotel yang tenang dan terpencil. Malam itu, mereka berdua memutuskan untuk melepaskan segala kekhawatiran dan keraguan, membiarkan hasrat mereka mengambil alih.
Sari: “Roni, aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Kamu membuatku merasa hidup lagi,” kata Sari dengan suara bergetar saat mereka masuk ke kamar hotel.
Roni: “Sari, malam ini adalah milik kita. Aku ingin kamu merasakan setiap sentuhan, setiap ciuman,” bisik Roni sambil memeluk Sari erat-erat.
Mereka mulai dengan ciuman yang lembut, namun segera berubah menjadi lebih dalam dan penuh gairah. Roni menyentuh wajah Sari dengan lembut, menelusuri setiap lekuk wajahnya dengan jari-jarinya. Sari merasakan desiran hangat yang menjalar di tubuhnya.
Sari: “Roni, aku ingin kamu. Aku ingin merasakan setiap sentuhanmu,” desah Sari dengan suara penuh hasrat.
Roni: “Dan aku akan memberikan semuanya untukmu, Sari,” jawab Roni dengan suara serak penuh keinginan.
Mereka berdua tenggelam dalam momen itu, melupakan segala yang ada di sekitar mereka. Setiap sentuhan, setiap ciuman, setiap bisikan membuat malam itu semakin panas dan penuh gairah. Sari merasa seperti terbang, bebas dari segala beban dan kekhawatiran.
Roni mulai menelusuri tubuh Sari dengan bibirnya, mencium lehernya dengan lembut sebelum turun ke bahunya. Sari mengerang pelan, merasakan sensasi yang sudah lama tidak dia rasakan. Tangan Roni yang cekatan mulai membuka kancing bajunya, sentuhannya lembut namun penuh hasrat.
Roni: “Kamu begitu indah, Sari. Aku ingin menjelajahi setiap inci tubuhmu,” bisik Roni dengan suara penuh keinginan.
Sari: “Lakukan, Roni. Aku milikmu malam ini,” jawab Sari dengan napas terengah-engah.
Roni melanjutkan menelusuri tubuh Sari dengan bibir dan tangannya, membuat Sari menggeliat dengan penuh gairah. Malam itu, mereka menyatu dalam hasrat yang membara, membiarkan diri mereka tenggelam dalam keintiman yang begitu intens.
Ketika pagi menjelang, mereka berdua terbaring di tempat tidur, saling memandang dengan senyum puas di wajah mereka. Sari merasakan kebahagiaan yang tak terlukiskan, dan Roni memeluknya dengan lembut.
Sari: “Roni, terima kasih telah membuatku merasa hidup kembali,” bisik Sari dengan suara penuh kebahagiaan.
Roni: “Dan terima kasih telah mempercayakan hatimu padaku, Sari. Kita akan menjalani ini bersama, langkah demi langkah,” jawab Roni dengan penuh kasih.
Malam itu menjadi awal dari hubungan yang lebih dalam dan penuh makna bagi mereka berdua. Mereka tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi mereka siap menghadapi segala rintangan demi kebahagiaan yang mereka rasakan.