Salah Masuk Kamar Adik Iparku Yang Cantik

Rangkaian acara meeting di Jakarta baru saja selesai, dan selama seminggu itu juga aku merindukan istriku yang telah lama, tak ku senggamai karena adanya larangan tak tertulis yang menyatakan – di larang keras menyetubuhi istri di saat lagi Haid. Haha, aku yakin bagi kalian yang sudah menjadi suami, pasti paham bagaimana rasanya apabila lagi pengen-pengennya, tiba-tiba istri kena palang merah.

Seperti itulah yang ku rasakan 20 hari lamanya.

Jadi hari ini, genap hari ke 21 aku tidak bersenggama dengan istri, tidak memanjakan si otong borokokok ini di liang kewanitaan istri tercintaku.

Tiga hari sebelum keberangkatanku, aku sudah menerima email tiket pulang pergi yang di kirim oleh kantor pusat untukku, di saat itu juga, setiap malamnya aku uring-uringan ingin menuntaskan hasrat seksualku pada Azita istriku. Tapi sekali lagi ia mengatakan, “Ihhh ayah, masih haid ih, masa maksain gituan di saat istri sedang haid.”

“Hadeh bun… kalo gitu pake tangan aja” pintaku penuh permohonan.

“Emoh. Masa hanya ayah doang yang dapat enak, sedangkan bunda gak…. hihiihi, udah ah, di tahan aja dulu”

“Masalahnya, 3 hari lagi ayah harus ke Jakarta…. tuh tiketnya” ku tunjukkan selembar tiket yang juga habis ku print out di kantor sore tadi.

“Trus kenapa?” tanya istriku sambil mengulum mulutnya sendiri.

“Masalahnya, bakal nambah durasi ayah menahan siksaan bertubi-tubi si syahwat sialan ini tau”

“Udah, makanya belajar menahan diri…. hihiihi”

Dan malam itu, akhirnya aku pun meninggalkan istriku dengan kedongkolan yang menyiksa. Bukan hanya malam itu saja, dua malam berikutnya, pun sama. Alhasil, aku pun berangkat ke Jakarta dengan penuh kekentangan, kawan! Haha…

Aku memang agak sedikit heran, tumben-tumbenan istriku durasi haidnya agak lama, tidak seperti biasanya. Kejadian ini memang sih, kerap terjadi setelah ia melahirkan anak pertama kami, setahun yang lalu. Meski memang tidak tiap bulan terjadi, mungkin 2 atau 3 bulan sekali kejadian ini terjadi pada ritunitas haidnya tiap bulan.

Yang sialnya….

Waktu baru hari pertama aku di Jakarta, yang akan mengharuskanku stay selama 8 hari di sini, karena serangkaian meeting dan konsulidasi serta training yang di adakan kantor pusat ini, mengharuskanku menyapu dada di hari pertama yang ku maksud, di saat istriku menelfon.

“Ayah…. hihihi” begitu ujarnya malam itu, saat di hari pertama aku berada di Jakarta dan masih belum melaksanakan meeting, karena aku berangkatnya di hari minggu pagi. Sekalian bisa bertemu dengan teman-teman lain dari area lain.

“Kenapa bun?”

“Bunda udah bersih. Hihihi”

“Ahhh sue” gerutuku karena langsung menyadari kata ‘bersih’ itu, adalah gawang serambinya udah siap di jejalin penisku kembali.

“Sabar ya ayah. Hihihi, mending ayah fokus ama acara di Jakarta aja. Haha”

“Tau ah, gelap!” ujarku.

“Ingat jangan jajan sembarang”

“Hush, ngawur kamu” bantahku pada istriku.

Bercerita tentangku.

Namaku Ardan Widjaya. Telah menikahi istriku yang bernama Azita Saraswati, asal kota parahyangan. Umur pernikahanku pun terhitung masih seumur jagung, baru berjalan 2 tahun lebih, dan telah di karuniai seorang putri cantik yang kami beri nama, Intan Arzita Widjaya. Arzita itu adalah gabungan namaku dan istri – Ardan dan Azita.

Dua tahun lalu, baru berjalan 6 bulan pernikahanku dengan Azita istriku, aku pun di promosikan untuk naik jabatan, dari Sales Supervisor menjadi Sales Manager namun harus rela meninggalkan kota kelahiran istriku, Bandung ke Surabaya.

Aku bukan asli asal parahyangan. Sebetulnya aku aslinya berasal dari Jakarta. Tapi, waktu aku terangkat dari sales menjadi Sales Supervisor, aku malah tidak mendapatkan tempat di wilayah homebaseku, melainkan harus rela di mutasi ke Bandung, dan bekerja di bawah pimpinan Pak Rusli – Sales Managerku di Bandung.

Dan karena Pak Rusli-lah, sedikit banyaknya telah memberiku ilmu yang di milikinya hingga dapat ku buktikan jika di umurku yang hampir menuju ke angka 30, sudah pantas untuk menjadi sepertinya. Terbukti, setelah ku tunjukkan pada manajemen, area yang ku handle – Bandung selatan yang pertumbuhannya sangat signifikan, alhasil perusahaan pun memberiku tantangan baru dengan menjadi Sales Manager.

Waktu aku pindah, istriku belum hamil. Nanti saat kami telah dua bulan di Surabaya, barulah istriku berhasil ku buntingi setelah beberapa bulan kami bekerja keras untuk membuktikan kelelakianku yang sesungguhnya. Kata orang sih, pria jantan itu adalah pria yang berhasil menghamili rahim wanita.

Sekarang aku berusia genap 30 tahun.

Aku bertemu dengan istri tentu saja saat aku bertugas di Bandung. Aku juga bukanlah seorang pria yang baik, meski semua orang di sekelilingku mengenalku sebagai pria yang baik, penyayang serta sering membantu ke siapa saja tanpa melihat status sosial. Tapi setidaknya, setelah Intan putriku lahir, aku pun benar-benar berubah signifikan menjadi seorang ayah yang akan menjadi panutan putriku, serta menjadi kepala rumah tangga yang setia pada keluarga dan benar-benar bertanggung jawab penuh terhadap kebahagiaan keluarga kecilku ini.

Bercerita tentang Azita istriku, dia ku pilih menjadi pendampingku karena bukan hanya karena kecantikannya yang masya Allah, tapi dia memiliki hati yang teramat sangat baik, serta menyayangi keluarga. Tak lupa juga, dia adalah wanita yang sangat alim menurut kaca mataku selama mengenal istriku. Yah! Meski tak ‘sealim’ dua saudari perempuannya.

Azita istriku adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Kakaknya bernama Nira, sedangkan adiknya – yang kebetulan kembar dengannya bernama Azizah Larasati. Yah! Mereka bertiga adalah perempuan, dan semuanya adalah wanita yang sangat amat cantik, dan soleha. Baca wanita berhijab yang lahir dari keluarga ustad.

Tapi bedanya dengan Zizah adik kembarnya, istriku tak mengenakan khimar alias cadar, sedangkan adiknya mengenakan cadar – setelah ia di nikahi oleh salah satu anak dari sahabat papa mertuaku yang sesama ustad – setahun yang lalu. Aku juga hadir di acara pernikahan mereka, kok.

Azita dan Azizah berumur 27 tahun, sedangkan Asnira Anastasya, umurnya hanya selisih 2 bulan denganku. Aku lebih tua darinya. Nira kakak iparku sendiri sudah menikah 7 tahun yang lalu dengan Bang Anton. Tapi sayang sekali, mereka sampai sekarang belum di karuniai anak, mungkin belum rezkynya kali. Ups! Aku ralat sedikit kalimat yang ku terangkan pada kalian sebelumnya, yang mengatakan ‘jika pria jantan sesungguhnya adalah pria yang bisa menghamili rahim wanita’ – maaf, itu salah kawan. Karena perawakan Bang Anton yang asli Makassar itu, amat sangat jantan. Karena sebagai seorang perwira ABRI, tentulah kejantanannya pun tak perlu di ragukan, bro!

Yap! Nira saat ini ikut bersama suaminya yang di tugaskan di Banjarmasin, Kalimantan sana. Kami juga amat sangat jarang bertemu, kecuali pas lebaran atau pas waktu nikahan adik bungsu mereka, si Azizah.

Dari ketiganya….

Yang tentu saja, mempunyai kecantikan yang berbeda-beda ini, memang selalu dan selalu saling berkomunikasi satu sama lainnya. Yahhh! Kalo Azizah sih, nyaris sama dengan wajah istriku, wong mereka kembaran kok. Real kembar bro, tapi memang sih, kalo di lihat dengan jelas, wajahnya, tentu saja ada perbedaan di antara mereka berdua. Apalagi, setelah istriku melahirkan, bodynya agak lebih bertambah di banding Azizah yang masih belum brojolin anak dari rahimnya – baca : masih belum hamil sama seperti Nira, kakak pertamanya.

Nira sendiri, hmm sebetulnya gak pantas bagiku mengatakan jika ‘bodynya bahenol khas banget dengan wanita dewasa yang berhijab besar’ – ups! Tapi, aku sudah ngucapin ya! Tepok jidat. Haha!

Meski demikian, ketika berada di rumah atau bertemu dengan kami pihak keluarga, ia biasa saja, memakai hijab tapi tidak selebar hijab yang biasa ia kenakan ketika di luar atau bertemu dengan orang lain selain keluarga.

Aku cukup akrab dengan suami-suami mereka, juga.

Ok, kita skip saja detail tentang ipar-iparku ini beserta para suaminya yah. Kan ini gak ada hubungannya dengan mereka. Ini kisahku bersama Azita, istriku. Yang entah, apa yang patut ku ceritakan sebenarnya, tapi sudahlah, namanya juga pengen bercerita apapun itu yang akan terjadi ke depannya. Karena sesungguhnya aku juga tak mengetahui bagaimana kehidupanku setelah hari ini.

Kembali ke masa sekarang……….

“Thanks yah Pak Pardi.” ujarku pada salah satu supervisorku di surabaya ini, karena ku pinta ia menjemputku di Bandara Juanda tadi karena kebetulan dari ke 5 Supervisorku di grup, hanya dia yang posisinya paling terdekat dari bandara tadi.

“Sama-sama Pak Ar.” balasnya.

Setelah itu akhirnya ia pun berpamitan pulang dan mengatakan jika ia tak mampir ke rumah, takut terjebak macet karena ia harus kembali ke kantor Distributor karena masih ada urusan beberapa administrasi di sana.

Aku sendiri karena sudah jam 5 kurang, aku pun memutuskan untuk tidak mampir ke kantor lagi. Hari ini adalah hari senin, jadi aku sepertinya langsung pulang saja dan besok baru kan ku lanjutkan kerjaanku di sini.

Di garasi rumah kontrakanku ini, rumah yang di kontrakkan perusahaan buatku, tampak mobil Innova Rebornku terparkir di sana. Yah! Saat aku pergi keluar kota, maka mobil operasionalku hanya akan nangkring disana, karena kebetulan istriku tak bisa menyetir. Jadi selama aku tak ada di sini, kemana-mana ia akan menggunakan jasa taksi online yang di jaman sekarang akan mudah di dapatkan. Sedangkan semua Supervisorku mendapatkan mobil operasional Avanza terbaru, seperti yang di gunakan Pak Supardi tadi untuk menjemputku.

Pak Pardi pun telah pergi meninggalkanku di depan rumah.

Aku pun melangkah masuk. Saat baru ingin memberi salam saat sudah berada di teras rumah, aku melihat adanya sendal di depan pintu, yang daun pintu kebetulan tengah tertutup. Yah! Kebiasaan istriku apabila waktu akan memasuki magrib, maka ia akan menutup pintu rumah kami. Well! Apakah istriku baru saja membeli sendal baru? Pikirku dalam hati. Karena sendal ini cukup asing bagiku. Karena menurutku, semua sendal istriku sangat aku kenal. Tapi yah! Setelah seminggu ku tinggalkan, mungkin saja dia membeli sendal baru.

Aku membuka pintu. Rupanya memang sedang tidak terkunci.

“Assalamualaikum…” ku beri salam sesaat, di saat kedua kakiku melangkah masuk ke dalam rumah. Aku sengaja tidak memberi tahu istriku jika aku pulang lebih awal dari jadwal, karena sebelumnya aku mengatakan jika tiketku nanti besok. Haha, padahal hari ini. Jujur, aku tak sabar ingin menyetubuhinya semalam penuh.

Sumpah bro! Nih sperma mungkin sudah membeku jadi keju, saking lamanya gak aku cairin. Hahahaha!

Namun…

Semua gairah yang ku pendam sejak tadi, dan ingin langsung menuntaskannya begitu tiba di rumah, malah urung terjadi begitu terdengar suara yang membalas salamku dari ruang tengah sana. Bukan hanya satu orang yang menyahut salamku, melainkan dua orang.

“Wa’alaikumsalam….”

“Wa’alaikumsalam….”

“Loh ayah… katanya pulangnya besok. Ihhhh bo’ong banget ih” itu istriku, dan langsung berlari dan mendekatiku. Hampir saja aku kelepasan, mau langsung nguyel-nguyel tubuhnya, namun lagi-lagi aku jadi menyadari kehadiran orang lain yang kini berdiri di belakang sana.

“Ahh… ternyata” bisikku ke istriku. Dia hanya senyam-senyum gak jelas gitu, dan sepertinya memahami kekesalanku kala ini.

“Ada Azizah ternyata” ujarku kembali. Lantas, aku sadar yang langsung spontan membuaku melepaskan istriku dari pelukan. “Kapan datang Zah?” tanyaku pada Azizah, adik iparku, kembaran istriku. Ku kernyitkan juga sedikit keningku, karena lumayan mikir, kenapa adik iparku ini jauh-jauh dari Bandung datang ke Surabaya?

Yah! Karena memang, dari tiga bersaudara, hanya adik iparku ini saja yang tinggal bersama kedua mertuaku di Bandung.

“Hehe barusan, kak Ar” balasnya.

Aku kemudian bersalaman dengan Azizah. Tentu saja, ia tak lagi mengenakan cadarnya karena menurut keyakinannya dari cerita istri, ia tak akan menutup wajahnya di hadapan pria yang telah menjadi keluarganya. Begitulah intinya, aku juga tak bertanya detail lagi mengenai hal ini. Tapi, kerudungnya tentu saja tetap ia kenakan, dan akan membukanya hanya untuk sang suami saja. Tapi tidak dengan istriku, dia tak lagi mengenakan hijab apabila di rumah, dan kini, hanya mengenakan daster rumahan saja.

“Mana Intan, bun?” aku lantas mencari keberadaan putriku saat ini.

“Tuh di kamar, lagi bobo” balas istriku.

Dan pada akhirnya istriku mulai membereskan barang bawaanku. Sedangkan aku memutuskan untuk bersih-bersih sekalian di kamar, karena kebetulan waktu magrib sebentar lagi kan tiba. Aku pun memutuskan untuk sholat berjamaah dengan istriku, sebelum kembali menemui adik iparku di luar. Diingat-ingat lagi, nyaris setahun berlalu dari terakhir aku bertemu dengan Azizah saat acara pernikahannya dulu, di Bandung.

“Ah iya… ada acara apa nih tiba-tiba datang ke Surabaya, Zah? Dan sendirian pula, mana Rafiq?” tanyaku di saat kami semua berkumpul di meja makan, untuk menikmati makan malam bersama. Aku tak perlu menanyakan apakah ia akan menginap atau tidak di rumah, karena sudah malam banget dan aku yakin, hal ini telah ia putuskan bersama istriku tadi saat aku belum pulang ke rumah.

“Bang Rafiq gak ikut kak, kebetulan hanya Zizah yang kebetulan ada acara seminar seminggu di sini.” terang Azizah. Oh iya, aku lupa menceritakan pada kalian, jika adik iparku ini bekerja sebaai PNS di salah satu intansi pemerintahan, sama seperti suaminya, tapi tak satu instansi.

“Ohhh gitu. Jadi bakal nginap di rumah atau?”tanyaku.

“Bunda paksa ia nginap di sini aja, yah. Hihihi, ngapain nginap di hotel, meski kebetulan Zizah dapat jatah nginap di hotel, tapi pokoknya dia harus nginap di sini, apalagi pengen lepas kangen. Hihihi” itu balas istriku.

“Ohh ya sudah, gak apa-apa.” cetusku.

Dan yah! Kami pun melanjutkan acara santap makan malam kami berempat, karena Intan sudah bangun, dan ikut makan bersama kami, tapi tentu saja di bantu istriku untuk menyuapinya. Ramah tamah pun terjadi, obrolan mengenai ini itupun tak terelakkan lagi.

Hingga kami pun menyudahi acara makan malam dan aku pun memutuskan untuk sekedar menikmati sebatang dua batang rokok di teras rumah, dan mungkin saja, akan kami lanjutkan obrolan tadi di ruang tengah, sembari menunggu istriku untuk menina bobokan kembali Intan, sedangkan Azizah adiknya, membantu istriku membereskan semua sisa makanan kami di meja makan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *