Salah Masuk Kamar Adik Iparku Yang Cantik – Part 9

“Ayah… ih malah ketiduran” aku terjaga. Rupanya saat selesai berganti pakaian tadi, serta mendengar celotehan istriku sambil menunggunya juga mengganti pakaiannya, aku yang menunggunya bersandar di ranjang, malah ketiduran beberapa jenak lamanya. Awalnya aku memang meminta jatah padanya, tapi karena lagi-lagi ia menolakku alhasil aku malah nyander dan sudah tiba di alam mimpi. Haha!

“Astaga haha ayah ketiduran sayang, maaf…. maaf”

“Eh iya, dedek kemana?” tanyaku selanjutnya pada istriku sambil mengucek-ngucek mata.

“Lah ini dedeknya masih dalam perut” balas istriku sambil memegang perutnya yang kini, usia kandungannya sudah memasuki bulan ke 4. Jadi tinggal sedikit lagi waktu bagiku untuk bisa menggagahinya sebelum dokter langganannya mengeluarkan surat ‘Dilarang menyetubuhi istri karena lagi rawan kandungannya’.

“Errrr. Si Intan maksudnya, bun”

“Ohh hehehe, tuh… lagi maen ama kakeknya di luar” karena memang, anakku adalah satu-satunya cucu mertuaku. Karena dari kedua putrinya yang lain, masih belum memberikan mereka berdua cucu. “Maklum udah kangen berat ama cucu satu-satunya hihihi”

“Duh kalo gitu, boleh lah bun, kita asyik masyuk sekali aja”

“Idiihhhhh ayah. Itu mulu pikirannya, ngewe dan ngewe melulu sih sejak kemarin”

“Habisnya…. ahhh! Ayah udah gak tahan, bun.” sambil ku pegang penisku yang menegang saat ini.

“Aishhh ayah. Udah ah, nanti aja kita gituannya. Lagian apa ayah gak mikirin bini yang lagi kecapekan perjalanan…. trus lagian juga keluarga lagi pada ngumpul di luar”

“Ya udah deh” aku pun mau gak mau harus tetap bersabar, dan berusaha untuk menidurkan kembali si kodir sialan yang tiba-tiba bangun tanpa permisi ama tuannya.

“Iya ihhh, lagian tuh, di tungguin ama yang lain, katanya Azizah ama Rafiq pengen ngasih pengumuman penting buat kita semua”

Jreng… Jreng….!!!

Nah! Ini dia yang sejak kemarin membuatku penasaran.

Dengan semangat juang aku pun bangkit dari ranjang, cuci muka dahulu baru menyusul istriku yang sudah berkumpul ama yang lainnya di rumah utama. Rumah kedua mertuaku.

Kami semua sudah berkumpul di ruang keluarga sambil menikmati hidangan makanan khas hari lebaran yang biasa terjadi selama ini di sini.

“Jadi gini” Rafiq yang berada di antara kami yang berkumpul, membuka suara. “Ada pengumuman penting nih buat kalian. Hehehehe” aku lantas melihat perubahan ekspresinya yang tampak amat sangat bahagia, amat sangat semangat untuk menjelaskan sebuah rahasia yang sejak tadi membuatku penasaran tinggi.

“Setelah menunggu setahun lebih… akhirnya….”

Jreng! Jreng!….

Inilah saatnya…..

Here We Go……………………………

Di saat kami semua, menghentikan menyantap makanan, menatap ke satu tujuan, pasutri – Rafiq dan Azizah, yang juga saat ini, belum juga ia menjelaskan maksudnya, tapi dengan melihat tangan Rafiq yang tiba-tiba membelai perut istrinya, nyaris membuat jantungku berhenti detakannya.

Belum kawan….

Efek kejut yang sedemikian rupa, baru ku rasakan kali kedua di saat, kalimat dari mulut Rafiq suami Azizah terucap di hadapan kami semua.

“Alhamdulillah, akhirnya kami berdua bisa memberikan cucu juga buat papa dan mama”

Degh!

What The???

Azizah hamil?

Entahlah apa yang di pikirkan oleh orang lain di saat melihat bagaimana ekspresiku yang tercipta saat ini. Di saat semua orang yang hadir malah merasakan eforia kebahagiaan karena hamilnya anak bontot di keluarga ini. Begitu juga istriku, yang langsung menghambur dan memeluk adik kembarnya itu, bersama dengan Nira kakak tertuanya. Mama mertuaku pun ikut menghambur dan terdengarlah lantunan kata-kata selamat dari mereka, dan beberapa kata yang terucap di sana.

Sedangkan di sini, aku….

Terdiam. Syok, dengan perasaan yang amat sulit buat ku ungkapkan lagi pada kalian saat ini.

Aku juga amat sangat membenci pikiranku yang 100% meyakini jika anak dalam kandungan wanita itu, adalah benih akibat perbuatanku padanya selama 3 hari di Semarang.

Gila…. Gila.

Kenapa sih bisa sampai kebobolan. Eh! Apakah benar, anak itu adalah anak dari benihku? Sapa tau ini hanya tebakan salahku saja. Bukankah adik iparku mempunyai suami yang bisa setiap saat menyetubuhinya. Sedangkan aku, hanya 3 hari saja, dan aku yakin anak dalam rahimnya bukan hasil perbuatanku. Yah! Aku amat sangat yakin hal itu.

Sekali lagi, aku mencoba untuk meyakinkan diri ini, jika itu bukan anak dariku.

Dan semoga saja, tebakanku di awal salah.

Semoga saja.

Duh gusti. Tolong hamba untuk mengijabah keinginan hamba kali ini, yang menginginkan jika anak dalam kandungan adik iparku itu, bukan anak dari hamba. Karena jika itu terjadi, aku tak tahu harus bagaimana nantinya.

Namun….

Sekali lagi namun.

Arghhhh! Azizah, kenapa sih kamu harus melirik ke arahku yang lagi di landa kegusaran dan kekhawatiran besar saat ini. Apalagi, di saat tatapan itu yang seolah menembus ke dalam jantungku terdalam, bukan hanya itu, ekspresi tersenyummnya amat sangat sarat akan sebuah rasa terima kasih yang teruntuk padaku. Belum kawan, aku masih belum mengakhiri keterkejutanku saat ini, apalagi di saat, kepala berkerudung tanpa khimar adik iparku itu mengangguk beberapa kali, yang artinya………….

Sial! Sial!

Itu benar. Dan artinya, doaku yang sejak tadi ku ucapkan dalam hati, tak di ijabah oleh sang khaliq. Itu artinya, dari semua yang di tunjukkan oleh adik iparku padaku, sikap, ekspresi serta anggukannya, sudah jelas, amat sangat jelas sebagai bentuk informasi darinya jika anak dalam kandungannya adalah anak dari hubungan kami kala itu.

Anjiiiiirrr! Dasar Ardan borokokok. Kenapa sih, sampai membiarkan sperma lo bersemayam dalam rahim adik ipar lo? Kalo udah begini, kan malah semakin mengkhawatirkan sekali nantinya ke depan.

Bagaimana nantinya saat anak kami lahir?

Apa yang akan terjadi?

Apakah Azizah akan menyampaikan pada anaknya itu, jika aku adalah ayah kandung yang sebenarnya?

Arghhhh! Mumet sumpah, bro.

Dan tibalah bagi para suami-suami, termasuk aku, untuk memberikan selamat kepada pasutri adik iparku itu.

“Selamat ya bro” ujarku pada Rafiq. Dan maaf, kalo aku sudah berhasil menghamili bini lo. Argh! Untung saja, kalimat lanjutannya hanya terucap dalam hatiku saja. Bisa berabe sampai ku katakan langsung pada pria ini.

“Sama-sama bro. Katanya kak Azita juga lagi hamil ya?” tanya Rafiq.

“Ya begitulah bro”

“Tokcer sangat ya bang Ar.”

“Elu juga tokcer bro” ujarku membalasnya.

Tapi, ia tak tahu apa yang sebenarnya di katakan hati ini.

Tokcer mata lo. Batinku selanjutnya.

Selanjutnya, tibalah aku memberikan selamat pada adik iparku ini.

“Selamat ya dek”

Ah sial. Adik iparku ini malah memberiku kedipan mata. Aku sampai gelagapan di buatnya.

“Makasih juga ya kak” what! Apa maksud ucapannya itu?

“Maksud adek, makasih udah kasih doa dan ‘Support’ buat adek. Sampai adek bisa hamil hehe”

“Ohhh….” bibirku sampai bergetar bro.

Karena tak ingin berlama-lama berada di dekat Azizah, akhirnya aku kembali ke tempatku, sembari menghabiskan dengan cepat makananku, karena ketidak sanggupanku lagi berada di tengah-tengah mereka, bertahan dengan desakan perasaan campur aduk yang ingin berontak, yang ingin mendobrak keluar dari dalam sana.

Di saat semuanya sedang menikmati eforia kebahagiaan karena hamilnya Azizah, di saat semuanya benar-benar bergembira, berbahagia, tapi tidak denganku. Aku masih saja di landa perasaan yang amat sangat bercampur aduk di dalam sana.

Dan di saat semuanya telah selesai, kami semua kembali beristirahat di rumah masing-masing, aku masih saja merasakan gejolak yang teramat sangat di dalam sana. Sudahlah kawan, aku tak perlu lagi menceritakan bagaimana rasanya di dalam sana ya, aku yakin jika kalian berada di posisiku, pasti akan sulit untuk berfikir normal. Akan sulit untuk tidak memikirkan hal tersebut, yang tentu saja, akan amat sangat berpengaruh besar pada hubungan kami ke depannya.

“Ayah… kok sejak tadi kayak gak semangat gitu sih?” istriku menghampiriku yang tengah menikmati secangkir kopi di depan halaman rumah, sambil ngudud, sambil mencoba menenangkan perasaan ini.

“Oh… bukan tidak semangat, tapi lagi mencoba untuk meredakan nafsunya ayah karena gak di kasih jatah ama bini” aku pun beralasan dan cukup masuk akal juga. Itu lah yang membuat istriku malah cekikian tak jelas.

Dia tak tahu apa, jika suaminya saat ini amat sangat tersiksa dengan perasaannya sendiri.

“Sabar ya sayang. Ntar malam deh, kalo ayah mau kita gituan hihihi”

“Ya sudah.” seharusnya aku semangat bukan? Tapi nyatanya, tawaran buat berhubungan dari istri, tak mampu menghapus gejolak dalam dada ku. Tak mampu menciptakan senyuman kemesuman pada wajahku, hanya sekedar senyum, hanya sekedar mengangguk menunjukkan aku senang mendengarnya. Tapi semuanya tidak dengan kadar yang berlebihan yang biasa ku tunjukkan padanya. Semuanya amat sangatlah biasa saja terjadi saat ini.

Hingga…..

“Assalamualaikum”

“Wa’alaikumsalam, eh Rafiq. Ada apa dek?” rupanya Rafiq suami Azizah datang ke rumah kami yang di tengah.

“Maaf bang. Hehehe,” ia malah seakan mengajakku berbicara.

“Ada apa bro?” timpalku padanya.

“Ini bang… bini lagi mau belanja di metro superindo. Tapi dia malah lagi males naik grab.”

Waduh!

“Jadi tadi aku nawarin sapa tau bang Ardan lagi santai, mungkin bisa anterin”

Arghhhhh!

“Kamu ikut kan?” aku bertanya, dengan deguban jantung di dalam sana.

“Kebetulan temenku lagi otw ke sini, bang, jadi aku nunggu temenku datang aja… tapi kalo abang lagi capek gak apa-apa sih, biar nanti Azizah naik grab aja” balas Rafiq lagi.

Belum juga ku tolak keinginan pria itu, tiba-tiba saja sebuah seruan lembut yang spontan membungkamku seketika.

“Gak mungkin kak Ardan menolak. Hihihi, ayolah kak, anterin Zizah ke metro superindo. Bentar doank….”

Ahhhhhhhh! Azizah, apa yang sedang engkau rencanakan lagi, dek?

Belum kawan. Aku masih belum berhasil menarik nafas, tiba-tiba istriku nyeletuk. “Jangan ajakin bunda loh, bunda lagi capek. Hihihi, jadi kalian berdua aja ke sana yah”

Degh!

Dan di saat aku sempat melirik ke adik iparku…..

Ia senyum. Senyumnya itu, amat sangat sarat akan sebuah makna yang………………………

Errrrrrrrrr!

“Eh kalian berdua pada mau kemana?” satu seruan lembut terdengar di belakang, dari arah rumah utama saat aku berjalan lebih dulu menuju ke mobil Innova putih milik pak Pandu. Sedangkan Azizah, adik iparku berjalan di belakangku.

Aku menoleh.

Rupanya Nira, kakak iparku itu yang memanggil.

“Mau ke metro superindo, kak” Azizah yang jawab.

“Oalah kalo gitu kakak ikut ya, pengen beli sesuatu juga nih, mana bang Anton udah molor. Hadeh”

Ahhh! Alhamdulillah, terima kasih Nira, engkau telah menyelamatkan hidupku dari sang betina predator ini. Tepok jidat. Tapi, jika boleh jujur sih, bohong banget rasanya jika aku harus menolak tegas ajakan Azizah adik iparku ini untuk pergi berduaan saja dengannya. Apalagi istriku benar-benar tak beradab malah membiarkan adiknya pergi dengan suaminya.

Andai ia tahu kejadian yang sebenarnya kala itu, mungkin saja bukan hanya melarang, dia bakal berubah menjadi sang pengekeksekusi mati terpidana mati – it’s me, telah siap dengan katananya yang telah di hunuskan dari sarungnya. Halah! Aku kayaknya kebanyakan berimaginasi gak jelas deh.

“Eh kak, mau beli apa, biar Zizah yang beliin.”

Waduh! Bener-bener nih betina, keliatan banget kalo lagi ngebet banget minta di siram tanamannya yang sepertinya sedang gersang-gersangnya.

“Gak ah, ntar salah beli lagi… dah aja kakak ikut aja. Gak apa-apa kan Ar?” Nira malah bertanya padaku.

Tentu saja aku mengiyakan, karena aku juga tak memiliki alasan yang jelas buat menolaknya, “Iya gak apa-apa, kalo mau ikut hayo”

Begitu mendengar ucapanku barusan, aku melirik ke arah Aziah. Dari matanya karena sebagian wajahnya telah di tutupi khimar, tampak jelas jika di balik khimarnya, ekspresinya sedang cemberut.

“Ya udah, wait aku ambil dompet di dalem rumah dulu” ujar Nira.

Di saat wanita itu masuk ke rumah, Azizah langsung menatapku penuh kemurkaan. “Ihh kak Ar, gak peka amat sih jadi cowok” gumamnya, lebih ke berbisik. Ku respon dia hanya dengan cengegesan saja.

Jadilah aku kini membawa dua akhwat bercadar dalam mobil meninggalkan rumah.

Sayangnya, mereka berdua malah duduk di belakang, di jok tengah, membiarkan aku hanya duduk sendiri di depan, di belakang kemudi. Hadeh!

Di mobil, karena kebetulan Azizah duduknya di sisi kiri, jadinya dari spion tengah aku dengan mudah melihat sorot matanya yang masih seakan ngambek atas keputusanku karena telah membiarkan kakak sulungnya itu untuk ikut bersama kami.

Sedangkan Nira selama di perjalanan, hanya diam saja. Seakan-akan ia menjaga sikap di dekatku.

Seperti yang ku ceritakan juga pada kalian, jangan berharap, akan adanya kejadian aneh-aneh dengan kakak iparku ini. Karena mustahil, amat sangat mustahil buat ku taklukkan. Apalagi mengingat betapa tertutupnya sekarang dia, jangankan sekarang, dulu saja, sebelum ia menggunakan khimar sebagai pertanda jika ia telah membentengi dirinya dari hal-hal yang gak benar, dari pengaruh yang negatif di luar sana, pun sama seperti sikapnya yang sekarang. Banyak diamnya, tidak terlalu terbuka, tidak seterbuka adik bontotnya ini.

Apalagi padaku. Bukan terbuka lagi, melainkan udah terbuka segala-galanya, sudah terbukti juga, jika kehamilannya itu adalah akibat ulah si kodir sialan di bawah sana yang sesekalil masih menggeliat karena ingatan pada bagaimana liarnya sang betina akhwat bercadar ini saat menerima tusukan mautnya kala itu.

Tak banyak hal yang bisa ku ceritakan pada kalian selama perjalanan ini. Apalagi di saat kakak beradik ini bercerita, aku memilih untuk diam saja.

Hingga…..

“Eh Ar, kita ke Lotte dulu bentar ya” begitu ujar Nira saat di depan sana, tampak billboard wholesaler yang di maksud.

“Oh ya udah” aku pun lantas memberikan lampu sein kiri untuk meminta jalan di sisi kiri, biar lebih mudah untuk masuk ke dalam wholesaler yang ku maksudkan itu.

Setibanya di parkiran yang kebetulan tampak lumayan sepi, apalagi saat ini masih suasana lebaran juga, akhirnya Nira keluar dari mobil. Aku sih berharap ia mengajak Azizah untuk ikut bersamanya, namun nyatanya hal itu tak terjadi.

Nira keluar dari mobil tanpa mengajak adiknya….

Alhasil, tinggallah aku berdua dengan Azizah di mobil yang mesinnya masih ku onkan. Biar AC tetap nyala, tapi kaca agak sedikit ku turunkan se senti biar sirkulasi udara jadi bagus dan tidak bikin kami kehabisan oksigen di dalam mobil.

Beberapa jenak, kami memilih diam.

Hingga, aku yang tak tahan dengan acara diam-diaman ini pada akhirnya ingin mengatakan sesuatu, namun urung terjadi, hanya kaget saja atas aksi adik iparku ini yang tiba-tiba melompat ke depan, dan langsung duduk di jok sampingku.

“Ih jahat banget sama bini nya sendiri”

“Lah?”

“Iya, kan adek pengen ajakin kak Ar berdua aja, biar ayah dedek di dalam sana bisa nengokin juga dedeknya”

Waduh!

“Zah, ini seriusan. Anak kamu adalah…” belum juga ku selesaikan ucapanku, Azizah menyela.

“Iya, emang anak siapa lagi? Wong bang Rafiq udah jarang nyentuh adek sekarang kak… itupun sepulang Zizah dari Semarang, bang Rafiq nyentuh pun pas Zizah nyadar kalo lagi berbadan dua.”

Aku tak tahu, harus senang atau mau marah akibat kecerobohan kami kala itu.

Aku kemudian mengusap wajah, “Jadi gimana ke depannya, dek?”

“Gimana apanya kak?” balas Azizah sembari menatapku.

“Anak kita?”

“Yah gak gimana-gimana, toh, sesuai kesepakatan kita kala itu, jika aku beneran hamil hasil dari benihnya kak Ar. Maka aku bakal mempertahanin anak kita. Tapi, rahasia ini akan kita jaga bersama, jangan sampai orang lain mengetahuinya. Serta, jika nanti anak kita udah besar dan mulai paham akan kehidupan, barulah Azizah bakal ngaku siapa ayah kandungnya yang sebenarnya”

Fiuh! Aku menarik nafas dalam-dalam.

“Kak. Sumpah, adek kangen banget”

Sembari berucap, tubuhnya menyondong ke arahku. Dan jenak berikutnya, ku biarkan wanita ini memelukku, mengeluarkan semua kerinduannya terhadapku. Tak lama aku pun membalas pelukannya.

Baru juga beberapa detik kami berpelukan, tiba-tiba Azizah mendorongku. Matanya menatapku tajam dan seolah tidak bersahabat. Tanpa bicara dia langsung bergerak tanpa bisa ku cegah untuk menyentuh kemaluanku di balik celana pendek yang ku kenakan saat ini.

Masih syok dengan kejadian ini, tiba-tiba entah bagaimana caranya, penisku sudah terbebas dan kini sudah berada di genggamannya.

“Ahhh dek, kamu nekad banget” Bisikku. Mana, kaca riben mobil ini bener-bener mendukung untuk asyik masyuk di dalam mobil. Gelap banget bro.

“Biarin” cetusnya lagi.

“Ntar Nira bakal datang dan memergoki loh” aku masih berusaha untuk menolak, tapi penolakanku ini hanya berupa omongan, bukan mengambil tindakan seperti menjauhkan adik iparku dari jangkauannya terhadap penisku.

“Kalo kak Nira belanja tuh pasti lama banget. Aku kenal banget tabiatnya kok kak” kemudian hanya menyampirkan sekedarnya, khimar penutup wajahnya, kini Azizah segera memasukkan batangku ke mulutnya. Tetapi tidak sampai sedetik dia melepaskannya, tapi tangannya masih aktif mengurutnya. “Uhhh kangen banget ama ini kak. Sumpah” saat ia melepaskan penisku, khimarnya kembali menutup wajahnya.

Jadi kalian bisa bayangkan bukan, bagaimana sensasi nya saat ini, akhwat bercadar tanpa membuka cadarnya, serta masih berkerudung lengkap dengan gamisnya sedang bermain dengan tongkat saktiku? Wahh! Sudahlah bro, jangan tanyakan lagi bagaimana perasaanku saat ini. Dag dig dug ser. Satu sisi ku ingin benar-benar menikmati service dari adik iparku ini, di satu sisi juga, khawatir dan takut juga menjalar ke dalam sana, takut apabila sewaktu-waktu kakak iparku bisa saja datang dan memergoki ulah kami berdua.

“I… iya tapi gak gini juga kali dek. Ini mah di tempat umum” ujarku. Yang anehnya aku seakan membiarkan penisku di mainin adik iparaku ini.

Tepok jidat mode on…

“Pototnya adek bakay nyigsa kak al kalena sudah bialin adek kayak gini” ujarnya yang tak jelas itu, karena sedang mengulum kembali penisku. Slurp! Slurp!

“Ahhh Zah, ahhh kamu ini bener-bener” hanya itu responku. Selain merasakan rasa nikmat yang teramat sangat, aku juga masih sesekali was-was dan melihat dari semua spion yang ada. Kali-kali kakak iparku sudah selesai berbelanja dan berjalan ke arah mobil. Jadi aku bisa dengan sigap menghentikan perbuatan adik iparku ini.

“Akkhhh…… dek…..”

Tiba-tiba Azizah menggigit kepala senjataku dengan gemas dan agak keras. Terang saja aku sakit. Untungnya tidak sampai teriak.

“Rasain…… siapa suruh sudah buat adek hamil”

“Awww….. sakit, dek sumpah…..”

Azizah menggigit kepala batangku sambil mencubit batang yang tidak masuk ke mulutnya.

“Biarin…… biar mampus nih kontol sialan” Lalu dengan gemas Azizah mencabut sehelai rambut kemaluanku.

“Akkhhh.… Azizah.… Sakit tau.…”

“Bodo amat..… padahal tadi adek udah siap biar dedek di dalam sana bisa di tengokin ayahnya, eh ayahnya malah sepertinya gak pengen nengokin anaknya. Ihhhh dasar penjahat kelamin, berani menghamili tapi gak berani bertanggung jawab”

“Aduh maaf… tadi kakak malah bingung mau menolak Nira untuk ikut dek. Sungguh”

Ah. Aku menjadi dilema.

“Tapi, emangnya kamu mau kakak bertanggung jawab?”

“Bukan gitu…. ihhhhhh” tiba-tiba Azizah mencubit lagi batang kemaluanku dengan gemasnya.

“Auuh sakit dek”

“Awas loh yah, penis ini hanya bisa masuk ke dua wanita. Adek dan kak Azita. Gak boleh ada wanita lain yang bisa ngerasainnya. Paham?”

“Iya dek iya.”

“Awas sampai adek tahu kalo kakak mencari wanita lain buat memuaskan penis sialan ini, bakal Azizah aduin ke keluarga. Biar sekalian hancur deh”

“Iya iya dek. Kamu dan kakakmu aja buat kakak udah cukup. Udah bisa bikin kakak puas. Ohhhhh”

Setelah berkata begitu, dan ku akhiri dengan desahan karena Azizah tiba-tiba kembali menyingkap khimarnya dan kembali memasukkan lagi senjataku kedalam mulutnya.

Tidak sepenuhnya masuk…

Untuk beberapa saat dia mendiamkannya di dalam mulutnya, hingga kemudian dia mulai mengulum dan menyedot batangku dengan tempo cepat.

Nikmatnya tak terperi. Tapi di sela rasa nikmat yang merasukiku, ada sedikit yang mengganjal di dalam kepalaku, karena Azizah juga sudah pintar ngomong vulgar. Wow. Adik iparku ini mengalami kemajuan.

“Hegggg….. Gkhhokhh…. Srrrlllppphhh…..” perpaduan liur dan batangku dalam mulutnya. Sesekali dia menatapku dan mengedipkan sebelah matanya lalu kembali mengulum batangku. Di keluarkannya batangku lalu digenggamnya.

Dijilatinya sekujur batangku lalu dimasukkannya lagi ke dalam mulutnya yang mungil. Liurnya meluber membasahi sudut bibirnya dan turun ke dagunya yang mungil dan putih. Sungguh sebuah pemandangan yang luar biasa.

“Ahh dek kalo udah gini, harus bisa di tuntasin sampai akhir loh. Ohhhh” aku di buat merem melek, sumpah bro.

Aku gemas. Ku raih kepalanya yang berkerudung, lalu kugerakkan kepalanya. Kedua tangannya membelai kedua pahaku yang sedikit mengangkang di bawah wajahnya.

Wow. Azizah memperlakukan batangku dengan luar biasa. Ku lihat ke bawah rupanya salah satu tangannya kini telah meremas sendiri dadanya di balik gamis yang masih di kenakannya. Libidoku semakin meledak. Ingin rasanya kuhajar selangkangan adik iparku ini sekarang juga.

“Ssshhhh…. Azizaaahhhh…. Ohhhhh……”

Racauku hampir tak tertahan. Ku gerak-gerakkan pantatku ikutan naik turun mengikuti ritme kuluman mulut mungilnya, karena orgasmeku sepertinya akan segera datang, padahal belum sepuluh menit Azizah mengerjai batangku.

Azizah semakin semangat mengulum batangku.

Malah jari-jarinya yang lentik menggelitik bijiku dan rasanya sangat nikmat. Ku pejamkan mataku dan kunikmati setiap hisapan dan sedotan mulutnya. Hampir saja orgasmeku meledak ketika tiba-tiba Azizah melepaskan mulutnya, membiarkanku gelinjangan tak jelas karena baru saja ingin memuncratkan spermaku, dan ketika aku membuka mata, aku melihat wanita ini malah langsung bersandar di jok nya.

Anjir. Ini seriusan berhenti?

“Kok berhenti dek?” protesku padanya.

“Biarin, biar kakak menderita deh. Hihihihi”

“Enak aja…. sekarang giliran kakak” baru juga ingin ku serang adik iparku ini, dari ekor mataku yang secara tak sengaja, sempat melihat ke spion tengah, dan detik itu juga, aku langsung di landa kepanikan. “Waduh…. Nira berjalan ke sini”

“Waduh…. kok bisa sih” sialan, malah ngomong gitu.

Sejurus kemudian.

Kami berdua langsung grasak grusuk untuk memisahkan diri. Adik iparku langsung melompat ke belakang, dan duduk dengan baik di tempatnya yang semula. Sedangkan aku, langsung memasukkan penisku di dalam celana, serta menarik resletingnya ke atas.

Hadehhhh…..

Nyaris saja ketahuan.

“Maaf ya, gak lama kan nunggunya” begitu ujar Nira saat baru saja membuka pintu mobil di sisi kanan tengah. Aku bahkan sampai menahan nafas biar gak ketahuan kalo lagi ngos-ngosan.

“Gak kok” padahal aku ngarepnya kamu lama aja di dalam sana, Nir. Biar ku selesaikan adikmu ini yang jahilnya gak ketulungan, biar bisa ku lesakkan penisku di dalam vagina adik bungsumu ini. Fiuhhh! Untung saja, kalimat lanjutannya, hanya terucap dalam hati.

“Iya gak lama kok kak. Bentar doank” itu balasan Azizah. Ia sempat melirikku dari pantulan kaca spion tengah. Tatapannya itu loh, bener-bener bikin aku semakin gemas padanya. Awas kamu Zizah. Tunggu pembalasanku nanti. Kembali aku membantin saat menerima kerlingan matanya yang menggoda, yang seakan-akan mengejekku.

“Jadi udah kan? Mau lanjut lagi gak?” aku akhirnya bertanya pada Nira setelah mampu menguasai diri ini.

“Yuk jalan aja” balas Nira sembari menaruh belanjaannya di belakang dengan hanya menaruhnya begitu saja dari depan, dari posisinya duduk, karena kebetulan kresek belanjaannya berukuran kecil, itu artinyanya belanjanya gak banyak.

Dan yah, pada akhirnya ku jalankan kembali mobil, dengan perasaan yang…..

Amat sangat ‘Kentang’ saudara-saudara. Hadehhhh!

Kalo sudah seperti ini, aku bakal di buat uring-uringan nih selama di sini. Aku harus bisa sesegera mungkin menumpahkan spermaku, entah dengan cara apa dan bagaimana, mungkin saja meminta istriku nanti untuk segera melayani birahiku yang lagi tinggi-tingginya ini.

Dan itu wajib. Tak boleh ia menolakku…..

Titik, tidak pake koma, bro!

Aku takut, jika api birahi yang terbakar sangat ini tidak segera di redakan, di padamkan, malah bakal kembali memangsa korban ‘Salah Sasaran’ lagi seperti kejadian pertama. Ahhh, sial.

-BERSAMBUNG-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *