Sisa malam ini kami habiskan dengan mengobrol dan bercanda bersama istri dan adiknya di ruang tengah. Karena putriku sudah tertidur, alhasil akupun bisa menikmati ‘udud’ dan secangkir kopi serta cemilan di atas meja, bersama dua kakak beradik ini. Yang juga hanya menikmati secangkir teh. Selama mengobrol itulah, tanpa sengaja mataku sesekali memandangi Azizah yang duduk di samping istriku.
Paras Azizah dan Azita sangat mirip. Jika saja tak mengenal keduanya, orang lain tentu akan sulit membedakan mana Azizah dan mana istriku, apalagi saat keduanya duduk berdampingan seperti ini. Bedanya tentu satunya masih mengenakan hijab, satunya lagi sudah tidak di kenakan.
Nyaris tak ada yang berubah pada diri Azizah meski telah berusia 27 tahun.
Berkerudung yang sama penampilannya dengan istriku sehari-harinya, yang membedakan hanya selembar khimar saja pada wajah mereka. Penampilan yang cukup simpel.
Entah mengapa, secuil kekagumanku pada Azizah yang masih terlihat cantik.
Meski, istriku juga tak kalah cantiknya dengannya, wong kembar kok. Haha! Tapi entah yah, aku juga sulit menjelaskan dengan narasi pada kalian. Tapi, intinya aku sesekali masih sering menatap wajahnya yang cantiknya sama maysa Allahnya sama istriku.
Yang bedanya sih, tentu saja tubuh Azita istriku, cenderung kendur dan perutnya tampak lebih berlemak, wong sudah pernah melahirkan, jadi hal wajar juga menurutku. Berbeda dengan fisik Azizah yang tentu saja masih amat sangat terlihat kencang dengan sepasang payudara montok yang memang berukuran, agak lebih besar dari Azita istriku. Mungkin karena Azizah bekerja sebaga PNS, sedangkan istriku hanya di rumah saja. Jadi, wanita ini harus menjaga penampilannya lebih segar, jadi menurutku, Azizah ini seperti ku lihat sama pas ia masih gadis alias belum menikah dengan suaminya si Rafiq itu.
“Ngomong-ngomong. Ayah, hmm bunda boleh mintol gak?” ujar istriku, sedikit mengejutkanku yang sedang asik menjelalati Azizah.
Aku pun menatap istriku, “Mintol apa nih bun?”
Sebenarnya rumahku ini memiliki tiga kamar tidur, satu untuk aku dan istri serta putriku yang memang masih harus tidur bersama kami, satunya lagi berada di lantai dua. Sedangkan kamar satunya yang berada di lantai satu sama dengan kamar pribadiku, ku jadikan ruang kerja untukku, biar bebas ngudud dan bekerja berhadapan dengan laptopku. Serta banyak barang-barang material promosi yang sengaja ku bawa pulang dari kantor. Baca : numpang nitip barang-barang.
“Ayah malam ini boleh bobonya di kamar atas aja, gak?” ahh! Aku seharusnya tak ikhlas, karena aku memang benar-benar harus sesegera mungkin menuntaskan hasratku pada istri malam ini, kalo tidak, maka besok aku bakal uring-uringan di kantor.
“Hmm…” aku berdehem, berfikir sejenak. Tak sampai lama, hanya dua atau tiga detik saja, aku pun melanjutkan, “Iya bunda. Pasti kalian pengen tidur bareng kaya kemarin-kemarin, kan? Ayah biar nanti tidurnya di kamar yang di atas aja”
“Makasih ayah… makasih” balas istriku. Aku hanya senyum, meski di bawah sana sudah berontak untuk sesegera mungkin di manjakan oleh jepitan hangat istriku nanti malam.
“Lah, gak usah kak. Biarin Zizah bobo di atas aja” Azizah menolak.
“Gak ah, kakak pengen bobo bareng kamu, dek” itu istriku.
Dan yah, pada akhirnya perdebatanpun usai. Istriku dan adiknya tidur di kamar pribadi kami, bersama Intan putriku. Sedangkan aku, pun memutuskan untuk naik ke lantai dua, meski di kamar ini tak memiliki AC seperti di kamar pribadiku, tapi, karena lelah oleh perjalanan pulang, aku langsung terlelap tanpa memperdulikan kondisi kamar yang cukup panas karena kebetulan udara kota Surabaya juga lumayan panas kali ini.
Gagal deh bersenggama malam ini bersama istri. Haha!
===================================
“Kak Ar, makasih ya udah nganterin”
Pagi ini, aku tentu saja yang memiliki kendaraan, harus mau mengiyakan keinginan istriku untuk mengantar adiknya ke tempat di adakannya seminar dari kantor intansinya itu.
Lagian juga memang sudah seharusnya ku antarkan ia, karena apabila berharap menggunakan jasa angkutan umur atau ojek, adik iparku ini mungkin akan terlambat. Alhasil akulah pada akhirnya mengantarnya, serta harus ikhlas meninggalkan istri dan putriku pagi-pagi buta. Jam setengah 7 bro! Tepok jidat…
Penampilan Azizah pagi ini, seperti penampilan-penampilan ibu muda berseragam coklat ‘PNS’ lengkap dengah hijab dan khimar, tapi tetap tak menghilangkan pesonanya.
“Iya sama-sama, Zah” balasku padanya.
Sejurus kemudian, adik iparku ini meminta tanganku untuk ia salim. Maka ku biarkan ia melakukannya, keningnya ia tempelkan pada punggung tanganku, seraya berucap. “Hati-hati ya kak nyetirnya, Assalamualaikum….”
“Wa’alaikumsalam”
Setelahnya, adik iparku pun membuka pintu, tapi sebelum ia menutup, aku teringat sesuatu. “Oh iya, kamu pulang jam berapa? Biar sekalian aku jemput nanti”
“Oh belum tau sih kak, nanti deh, Zizah kabari kalo pulangnya cepat, tapi kalo lama, kakak pulang aja duluan, biar nanti aku nyari grab atau gocar, atau kali aja ada teman yang searah bisa numpang. Hehe”
“Oh ya udah deh. Nanti bagaimananya kamu kabarin kakak aja”
“Baik kak.”
Dan yah! Setelah itu, ku tinggalkan adik iparku, dan memutuskan untuk menjalankan kembali mobil, dan segera ke kantor.
…
…
…
Malam pun tiba.
Rupanya adik iparku pulangnya agak lambat, karena sebelum aku pulang, aku sempat mengiriminya pesan WhatsApp menanyakan kapan dia pulang, tapi ia membalas untuk menyuruhku pulang lebih dulu karena ia juga belum tahu pulang kapan.
Alhasil, aku tiba di rumah sejam lebih dulu, barulah ia ke rumah selepas magrib, pun di saat aku baru ingin menyerang istriku di kamar. Tiba-tiba saja, baru ingin menyentuh payudara istri, pintu depan udah di ketuk. Sial! Gagal maning, gagal maning, bro.
Aku pun harus mau gak mau, menahan lagi hasrat yang sedang tinggi-tingginya karena gagal menyetubuhi istriku.
Seusai makan malam, istriku kembali bersikeras agar Azizah tetap tidur bersamanya. Sekali lagi Azizah pun terpaksa mengikuti keinginan kakaknya itu.
Huft….
Jangan bilang, memang istriku sengaja menyiksaku? Aku menarik nafas panjang, sedikit menyesal karena mengalah pada Azizah, untuk tidur di kamar atas lagi malam ini, bro!
…
…
…
Jadi bisa kalian bayangkan bagaimana tersiksanya batin ini bukan?
Sudah genap hari ke 22, aku tak menyalurkan kebutuhan biologis. Aku memang tak seperti anak-anak lain di kantor, yang biasa bebas menyalurkan hasrat seksual mereka pada wanita-wanita malam, saat jauh dari istri kami. Lagipula, beban pekerjaan yang menyita pikiranku mampu mengalihkan keinginan itu.
Kemarin pun, saat tiba di rumah, aku masih bisa menahannya karena rasa lelah setelah semingguan mengikuti serangkaian acara di kantor pusat. Tapi tidak malam ini, hasrat seksualku tak lagi mampu terbendung.
Aku menyerah, kawan…..
Sejam lebih aku berusaha melampiaskan diri dengan bermasturbasi namun gagal. Hingga tanganku terasa pegal, aku tak juga mampu mencapai orgasme, bahkan meski aku melakukannya sembari menonton bokep.
Setelah menimbang-nimbang dengan seksama dan penuh kehati-hatian, akhirnya akupun nekat, bangkit dari ranjang lalu keluar kamar.
Berjalan menuju anak tangga satu persatu dengan perasaan yang menahan hasrat seksualku yang lagi terbakar-bakarnya.
Ku putuskan nekad ke kamar pribadiku di bawah, kamar dimana istriku dan Azizah sedang tertidur dengan satu niat, malam ini aku harus bisa menuntaskan birahiku.
Aku beruntung, kedua wanita kakak beradik itu tak mengunci pintu kamar pribadiku.
“Bun…” aku berbisik amat sangat pelan, sembari pelan-pelan juga aku membuka pintu kamar, agar tak menimbulkan suara. Begitu pintu terbuka, aku pun memutuskan untuk masuk ke dalam dengan mengendap-endap.
Sesaat aku bergeming, menyesuaikan mata dalam kamar yang gelap. Tak lama, samar-samar aku melihat sosok istri dan adik iparku yang tampak terlelap dengan nafas teratur.
Awalnya aku ragu, mana istriku, mana adiknya.
Meski suasana cukup gelap, tapi aku tentu langsung menyadari mana istriku, Azita. Karena tentu, ia tidurnya di samping keranjang tidur mungil putriku.
Akhirnya aku bergeser ke sisi ranjang sebelah kiri, ke samping wanita yang tampak berbaring terlentang itu, yang juga di samping putriku. Apalagi, satu petunjuk lagi yang semakin menjelaskanku, jika wanita ini adalah istriku, dengan kimono tidur satin berwarna softpink yang di kenakannya itu, karena aku amat sangat jelas mengenalinya sebagai salah satu hadiah ultah pernikahanku beberapa bulan lalu.
Melihat posisi tidur istriku itu….
Ahh sialan, membuat penisku semakin menegang keras, dan menuntut untuk segera di tuntaskan.
Namun…
Perasaanku mulai berkecamuk.
Bagaimana kalo Azizah terbangun nantinya?
Masa iya, aku harus main di kamar ini?
Aku kembali melihat kimono istriku yang hanya terikat pita di dada, bagian depan kimono istriku nyaris tak tertutup membuat belahan payudara, perut, hingga bagian paha mulusnya terlihat jelas serta memamerkan kemaluannya yang ditutup sebuah g-string mini.
Aku tersenyum memandangi istriku. Aku memang telah beberapa kali melihat istriku mengenakan kimono itu, namun malam ini istriku tampak berbeda, kedua payudaranya lebih montok membusung, dan perut lebih rata. Aku berpikir, mungkin efek video-video porno yang sempat ku tonton tadi, pada akhirnya aku malah berfikir, istriku terlihat berbeda.
“Nda… Bunda…” bisikku berusaha membangunkan istriku dalam keadaan berlutut di lantai.
“Nda…. ssst, bunda?”
Beberapa kali aku berbisik, sayang istriku tak juga terbangun.
Ah sialan, aku semakin bergairah nih. Kebayang film yang juga kebetulan banget tadi habis ku tonton pas proses bermarturbasi sendiran di kamar atas, yang dimana adegannya tengah menggerayangi pasangannya di saat sedang tertidur nyenyak.
Yah beginilah istriku. Memang istriku termasuk wanita yang sulit dibangunkan jika sudah terlelap. Aku tak berani untuk lebih mengeraskan suara karena khawatir Azizah, adik iparku yang tidur di sampingnya, ikut terbangun.
Aku sadar, akan lebih leluasa jika aku mengajak istriku pindah kamar, namun membayangkan menyetubuhi istriku di sebelah Azizah justru semakin membuatku bernafsu.
Dengan pemikiran seperti itu, aku pun menelanjangi diriku sendiri lalu naik ke atas ranjang dan berbaring miring menghadap istriku, kali ini berusaha agar ia tak terbangun.
Aku meraih tangan kiri istriku lalu menggenggamkan di penisku yang mengacung keras, kemudian tangan kanan ku menarik ikatan kimono di bagian dada hingga terlepas, dan menggeser bagian depan kimono hingga dada sampai paha istriku terpapar untuk ku nikmati.
Aku menelan ludah….
Sejurus kemudian, karena sudah tak tahan lagi, segera saja ku julurkan tangan kiriku untuk meraih bulatan payudara istriku, menyentuh lingkaran di sekeliling puting, lalu menggerakkan telunjukku melingkari putingnya dengan lembut.
Bangsad! Kenapa aku jadi semakin terangsang kayak gini?
Apalagi aku merasa payudara istriku semakin kencang saja. Atau jangan-jangan selama semingguan ini, dia melakukan perawatan dan sengaja tidak memberitahuku agar aku suprise gitu?
Tak lama Aku mulai meraba payudara itu dengan sangat lembut dari yang satu berpindah ke payudara yang lain, istriku masih tak bergerak dalam tidurnya walau terlihat nafasnya menjadi lebih cepat.
Tanganku terus bergerak, turun ke bawah menyusuri perut istriku hingga ke arah kemaluan, dan menyentuh lalu membelai belahan vaginanya dari luar g-string dengan perlahan. Bersamaan pula, lidahku pun mulai menggelitik ujung puting istriku, menyusul kemudian kuluman lembut pada payudara istri tercintaku ini.
Aku terus merangsang istriku, yang mulai mengeluarkan desahan pelan dan sedikit tersentak saat aku menggeser g-string ke samping, lalu menyentuh langsung klitoris nya dengan ujung telunjukku.
Terkejut, aku pun refleks menarik tanganku dan bergeming, lalu mengangkat sedikit tubuh bagian atasku untuk menatap wajah istriku, dan tersenyum geli menyadari istriku tak juga terjaga.
Ah rupanya istriku malah mimpi lagi ku setubuhi kayaknya.
Tak mau mengambil jeda, aku pun melanjutkan lagi. Tangan kiriku kembali beraksi, membuka belahan vagina istriku dengan telunjuk dan jari manisku, disusul jari tengahku yang mulai menyusup pelan ke dalam liang vagina istriku.
“Hheeemmhh… hhhh…” istriku kian mendesah dan bergelinjang oleh rangsangan itu. Kelopak matanya bergetar lalu pelan-pelan membuka, rupanya ia mulai terjaga.
“Eh!! Ka… Ngapa… hemph” Kata-kata istriku yang terkejut menyadari kehadiranku di sebelahnya terhenti oleh ku, yang menarik tangan kiri dari kemaluannya yang sempat menguyel-nguyelnya, untuk membekap mulutnya.
“Sshhh… Jangan berisik nda… nanti Azizah bangun. Maaf ya sayang, ayah bener-bener gak tahan lagi nih pengen ngentotin bunda sejak kemarin” bisikku menenangkannya.
“Hmmmmfhm” istriku masih berusaha untuk mengeluarkan suara saat bekapan tanganku makin kuat di mulutnya, kemudian, istriku pun mengangkat tubuhnya sedikit, membelalak menyadari kondisi ku yang sudah telanjang bulat dan penisku mengacung keras.
“Maap gak tahan atu sayang” cengirku pada istriku. Aku juga sampai geli sendiri melihat ekspresi istriku ini.
Apalagi saat matanya malah melirik ke bawah, dan ia makin membelalak terkejut melihat kondisinya yang tak jauh berbeda denganku.
Aku tersenyum menatapnya…
Dan berharap dari tatapanku ini, dia sadar jika aku terangsang banget dan ingin segera menuntaskan dengannya. Dari pada aku sakit kepala nantinya. Istriku lalu melirik ke samping, melihat sosok wanita berdaster yang terlelap dengan posisi miring menghadap kami.
“Ayah akan lepasin tapi bunda jangan berisik ya” aku menyadari tatapan istriku yang kini, seakan-akan memohon untuk ku lepaskan bekapan tanganku di mulutnya itu.
“Ta… tapi… ini… mhmmmffmm” bisik istriku saat aku melepas bekapanku. Namun untuk kedua kali istriku tak dapat melanjutkan kalimatnya karena aku langsung memagut bibirnya dan mendesaknya kembali berbaring dengan menindih separuh tubuhnya.
Istriku berusaha melepas pagutan ku dengan menggelengkan kepala namun tak berhasil karena aku kemudian menyusupkan tangan kanan di kepala dan menahannya. Namun istriku berusaha bertahan dengan mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
Anjir…
Ada apa dengan istriku?
Kenapa dia menolakku? Atau karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan inilah, dia akhirnya menolakku?
Tapi mau gimana lagi, aku sudah sange berat pake banget, dan pengen segera nuntasin. Minimal, aku harus croot sekali saja sekarang.
Seharusnya sebagai istri, Zita tak boleh menolak suami yang lagi sange berat, bukan? Haha! Dan seharusnya juga ia membiarkan apa yang di lakukan suami nya sekarang ini, bukan dengan menunjukkan tatapan menolak, dan gesture yang mencoba untuk menjauhkanku dari tubuhnya.
Kalo kata ustad, dosa bagi istri yang menolak berhubungan intim dengan suami. Haha! Maklum sedikit pembelaan, kawan. Bukan maksud menggurui.
Jenak berikutnya, di saat Zita masih saja menunjukkan gesture menolak, lebih kepada, ingin seberusaha mungkin menjauhkanku dari tubuhnya. Belum lagi tatapannya itu, yang membelalak, meski mulutnya masih ku bungkam, dan dalam penguasaan bibirku, tapi aku tetap saja merasa ini kurang fair sebagai suami, meski, memang situasi dan kondisi sekarang amat sangat tidak memungkinkan, karena adanya Azizah di sampingnya.
Karena masih saja istriku berontak di bawah tindihanku, maka aku pun memutuskan untuk menyudahi ciumanku pada bibirnya, menggantinya dengan tangan kanan untuk membekap mulutnya biar gak bersuara. Biar adik iparku yang tertidur di sampingnya tidak terbangun.
“Nda…. sssttt, ayah pengen banget sumpah. Bentar doang ya sayang”
“Mmfhhhmmmm” istriku masih berontak di bawah tindihanku. Tapi tentu saja rontakannya tak seperti adegan-adegan dalam film porn, yang menampilkan adegan pemerkosaan. Karena ini bukan niat memerkosa, tapi beneran lagi sange berat.
Lagian kan, dia istriku. Sah secara hukum dan agama. Berontak istriku juga sedikit terjaga dan tidak terlihat sangat memaksa dengan membuat gerakan yang signifikan yang mungkin saja ia pun khawatir apabila ia bergerak beronta-ronta keras, adiknya di samping bakal bangun, dan melihat jelas suaminya yang sudah bugil. Kan sama saja, dia membagi terong suaminya pada wanita lain. Haha! Meski masih sebatas melihat saja.
Aku lagi-lagi menatapnya dengan pandangan memohon.
“Please….” gumamku padanya. Matanya masih menatapku. Tergambar jelas, ketidakpercayaannya pada suaminya yang dengan nekad ingin menyetubuhinya sekarang juga. Malam ini juga.
Tak ingin membuang waktu, aku pun lantas mulai kembali melanjutkan aktivitasku. Setidaknya aku harus membangkitkan gairah istriku semakin tinggi, hingga melambung ke angkasa. Dengan begitu, aku yakin istriku tak akan lagi menolak dan pasrah untuk menerima tusukan penis bertopi baja ku ini ke dalam liang senggamanya.
Ku mulai dengan mengecup, leher, tengkuk dan telinganya di bagian kiri yang kebetulan dekat dari jangkauan mulutku. Sedangkan tangan kananku masih membekap mulutnya. Tangannya juga masih memaksa mendorong-dorong tubuhku agar menjauh, tapi tenanganya tentu saja tak sekuat tenagaku. Makanya dorongannya tak berarti bagiku. Semakin ia mendorong, semakin nafsuku meninggi, semakin intens pula gelitikan rangsanganku pada titik-titik sensitifnya itu.
Matanya langsung menyala menatapku saat tangan kiriku yang sempat nganggur, mulai menyentuh kembali payudaranya yang kenyal, lebih membesar. Ahhh! Indahnya tetekmu sayang. Gumamku dalam hati. Aku semakin mempermainkan putingnya dengan penuh gairah, dengan menggunakan jari-jari tanganku ini.
Aku sedikit geli melihat tatapan menyala istriku ini. Bukan hanya itu saja, suara istriku masih seolah merintih saat berada dalam kecupan penuh gairahku ini pada leher dan telinganya, serta tanganku yang menyiksa payudaranya baik kanan maupun yang sebelah kiri.
“Aaahhh… heemmmpphhh” rintihan penuh gemas terdengar dari istriku yang teredam oleh bekapan telapak tangan kananku.
Aku sudah tak lagi ingin mundur. Maju tak gentar membela syahwat yang benar.
Begitu seterusnya. Semakin ku serang semakin menyala mata istriku, semakin terdengar rintihan teredamnya juga. Bukan hanya itu saja, seakan-akan tubuhnya mulai mengendur gerakan ronta’aannya.
Itu artinya….
Pertahanan istriku gagal.
Setelah menyadari gerakan istriku tak sehebat tadi, aku kembali mengulurkan tangan kiriku pada kemaluannya. Bukan hanya itu saja, g-string yang di gunakannya langsung ku tarik ke bawah. Tapi tangannya menahan, namun semua tak berarti bagiku. Karena kini, g-stringnya hanya tertahan di bagian betisnya saja tidak sampai terlepas dari kedua tungkai kakinya itu.
Meski demikian, tanganku sudah terbebas dari halangan kain berbentuk segitiga tipis nan menggoda tersebut.
Ku jalankan niatku kembali untuk bergerilya di bawah sana.
Begitu tiba di vagina istriku, jariku langsung bergerak liar bak ular-ular kecil yang ingin menerobos masuk ke dalam sebuah gua sempit nan berlendir di bawah sana. Tapi, tentu saja hal itu juga tak langsung terjadi, karena agak sedikit mendapatkan kesulitan karena jepitan paha istriku yang mencoba menahannya.
Tak kalah cerdik, tangan kananku ku lepas.
“Ahhhhh ka…” belum juga ia menyelesaikan ucapannya, dengan cepat bibirnya ku sambar, ku bungkam kembali dengan bibirku. Sedangkan tangan kananku yang sudah terbebas, kini mengganti tugas tangan kiri pada payudara istriku. Sedangkan tangan kiriku mulai menyiksa di bagian terintim di bawah sana.
Gak lama, pertahanan sepasang paha istriku pun mulai mengendur. Terbebaslah tangan kiriku untuk menerobos masuk ke jalan liang terdalamnya.
Begitu sudah tiba….
Aku langsung menyolokkan jari pada liang vaginanya, membuatnya membuka mulut untuk mendesah. Saat itulah dengan cepat aku menyusupkan lidahku dalam mulut istriku.
Kini setelah lidahku berhasil menyusup dalam rongga mulut istriku, pagutanku pun semakin liar, bersamaan dengan kocokan jariku pada vagina istriku yang membuat pinggul dan pantat istriku bergelinjang dan berputar merasakan nikmat. Awalnya memang ku akui, istriku masih berusaha menolak, namun seiring rangsangan pada kemaluannya yang kian nikmat, istriku pun kini mulai berusaha mengimbangi pagutanku.
“Nda… maafkan ayah” aku sempat bersuara saat bibir kami terlepas. Tapi begitu ia ingin membalas, aku segera memagut bibirnya kembali. Kini lidahku dengan mudah menerobos, menggelitik di dalam mulutnya. Lama kelamaan, lidahku mendapatkan perlawanan juga dari lidah istriku. Alhasil kami pun saling melumat saling membagi air liur penuh gelora dalam penguasaan penuh gairah kami berdua yang benar-benar ingin di tuntaskan.
Beberapa jenak puas dengan aktivitas ku ini. Ku ambil sedikit nafas dengan melepas pagutanku pada bibir mungil istriku. “Fuahhh…” istriku juga ikutan menghembuskan nafas kuat-kuat saat pagutanku terlepas. Tapi tentu saja kedua tanganku baik di payudaranya maupun di vaginanya masih bekerja dengan baik dan intens. Itu sebabnya, istriku dii dera gelinjang penuh nikmat menahan desakan gelombang birahi yang akan menyeruak keluar dari dalam tubuhnya.
“Aaahhh… Aku nggak tahan… haahhh…” erangnya berbisik sembari menatapku sayu. “Aku gak tahan…. hiks… hiks” sambil menangis istriku seakan memohon untuk sesegera mungkin ku hujamkan penisku pada vaginanya. “Cukup… sudah cukup hiks!”
Yes!
Itu sebabnya aku bersorak penuh kemenangan saat ini…..
Aku sungguh, benar-benar senang sekali mendengarnya. Setidaknya istriku kini telah bertekuk kepadaku, dan tak lagi menolakku untuk menyetubuhinya. Ada sensasi gimana gitu rasanya, dan takut jika Azizah, adik iparku terbangun dan melihatku bersama istriku ngentot di sampingnya.
Hahahaha! Seru seru disko rasanya bro!
Cobalah, pasti kalian akan merasakan sensasinya seperti yang ku rasakan saat ini.
Yah ada sedikit harapan juga dalam hati, apabila adik iparku terbangun dan melihat persetubuhanku dengan istriku, tiba-tiba saja dia langsung meminta pada kami untuk join. Huahaha, treesome bro! Upsss! Tepok jidat. Gak mungkin itu terjadi, karena kalo terjadi, istriku bakal sunatin penisku hingga aku menjadi kasim. Hahaha.
Perlahan, tapi pasti, tubuhnya yang sudah nyaris bugil ini, yang masih dalam penguasaan penuhku, tiba-tiba ku rasakan ada sentuhan yang menjalar pada batang penisku di bawah sana. Saat aku sedikit melihat ke bawah, rupanya itu adalah tangan istriku.
Aku merasa seperti teraliri aliran listrik yang cukup deras saat tangannya tiba-tiba sudah menggenggam penisku, dan tanpa sadar bergerak meremas dan memijit dengan lembut. Segera saja aku membalas dengan semakin mempercepat gerakan tanganku.
“Ahhh… hahhh… hahhh… sshhhh…uuhh… Aku mau keluaarrr… hheegghhh..” Sesaat istriku memperingatkan dengan berbisik pelan padaku, tubuhnya tiba-tiba mengejang lalu menyentak-nyantak liar.
Bukan hanya itu saja….
Matanya membelalak, mulutnya membuka lebar tanpa suara yang keluar, hanya megap-megap seakan kehabisan udara saat orgasme melandanya dengan dahsyat.
Di saat yang sama juga, tiba-tiba saja ku rasakan pada jariku di bawah sana, agak di desak untuk terlepas, dan benar saja, kini aku melihat cairan cinta istriku dengan terpancar hebat laksana sedang kencing. ‘Luar biasa’ benakku berujar. Ini lah kali pertama aku membuat istriku mengalami squirt. Ada rasa bangga dalam hatiku karena telah mampu memberikan kenikmatan luar biasa pada istriku.
Sekarang giliranku, putusku dalam hati.
Saat istriku masih menikmati ekstasi sisa-sisa orgasme yang melandanya tadi, aku pun memutuskan untuk segera bangkit, lalu bergerak perlahan memposisikan diri di antara paha istriku yang sebelumnya aku kangkangkan lebar-lebar.
Masih belum sadar atas apa yang akan di lakukan suaminya, istriku memejamkan mata, nafasnya naik turun, dadanya bergerak begitu indah, laksana pemandangan yang begitu sempurna di hadapanku saat ini, menaikkan serta merta birahiku kembali ke puncak tertinggi sebuah birahi dalam persetubuhan yang halal.
Tak ingin mengambil waktu lagi, dengan kaki menyiku dan lutut menghadap atas, aku lantas menggenggam batang penisku sendiri kemudian mulai mengarahkannya ke belahan vagina istriku.
Slepptt..
Kepala penisku menyeruak masuk dengan mudah karena kondisi kemaluan istriku yang telah sangat basah dan licin. Tak ada reaksi dari istriku yang masih memejamkan mata dengan nafas terengah-engah, maka aku pun kian mendorong masuk lebih dalam lagi. Mungkin istriku mengira, penisku ini masih jari-jariku yang masih aktif mengoyel-oyel vaginanya. Pikirku.
Aku bahkan sampai menahan nafas menikmati sensasi proses masuknya batang kemaluanku yang di mulai dari di telannya kepala bertopi bajanya, kemudian mulai perlahan, menggesek lebih dalam lagi dari batangnya. Senti demi senti mulai menerobos masuk. Tapi yang herannya, ketika baru kurasakan sedikit saja bagian ujung penisku yang masuk, tiba-tiba jalan lorongnya agak menyulitkanku mendorong lebih lagi ke dalam sana.
Masa sih, kemaluan istriku sesempit ini?
Aku seakan gak percaya dengan nikmat vagina istriku yang ku rasakan saat ini. Ini, rasanya seperti saat aku mengambil keperawanannya kala kami berdua masih berpacaran dulu. Fufufufu! Biasalah yah, jaman sekarang berpacaran dan mengambil DO di awal, udah biasa terjadi. Udah lumrah jadi tak perlu di debatkan.
Perlahan…
Amat sangat perlahan, ku naikkan kembali bokongku, dan ku tekan lebih dalam, hingga membuat penisku semakin melesak menembus liang terdalam istriku. Ada 3 kali aku melakukan hal yang sama, hingga sekitar seperempat batang kemaluanku kini melesak dalam vagina istriku….
Tiba-tiba saja……..
Istriku membuka mata, dan membelalak.
“Kak Ar… kakak ngapain… Tu-tunggu… cabut kak… Aku… Aku… aaakkhhhh…” Kata-kata panik istriku yang berusaha memberitahu sesuatu untuk kesekian kalinya terhenti. Salah satu pembangkit gairahku setinggi-tingginya adalah, ia tak lagi memanggilku ayah seperti biasa. Panggilannya ini sama seperti waktu kami masih berpacaran. Masih sama seperti saat ku perawani dia di kosanku di Bandung.
‘Kak Ar’….
Nyaris serupa.
Itu sebabnya aku sangat menikmatinya.
Itu sebabnya, membuatku lantas dengan semangat juang yang teramat penuh, dengan keras menyantakkan pinggul hingga batang penisku kini melesak penuh disambut dinding-dinding vagina istriku yang berkedut cepat.
Ahhh nikmatnya memekmu yang sekarang sayang! Begitu batinku. Karena aku benar-benar seperti berada pada titik, kembali pada masa lalu, bro! Sumpah, aku tak membohongi betapa nikmat vagina istriku yang sekarang. Yang juga ku rasakan seperti baru kali pertama aku menyetubuhinya.
Apapun protes istriku dengan berbagai cara yang ia lakukan, ini bukanlah dosa. Ini sah dan halal ku lakukan, karena kami sepasang suami istri. Itulah yang ku tanamkan dalam otakku, jadi aku tetap saja ingin menuntaskan persetubuhan ini hingga ke babak akhir, ke babak keluarnya larva putihku di dalam liang vaginanya. Itulah niatku yang penuh keteguhan dan semangat juang 45.
Karena hal itu pula, aku kini tak ingin membuang waktu, pinggul dan pantatku segera bergerak cepat, menarik lalu menghentak melesakkan. Kemudian tubuhku menindih istriku yang tengah mengerang, masih berusaha mengatakan sesuatu, tapi mulutnya terbungkam kembali dengan telapak tangan kananku.
“Mmmfhhhh…. mmfhhhhh!” apalah daya, aku sudah menindihnya, tanganku sudah membekapnya, penisku sudah mulai bergerak keluar masuk di dalam vaginanya. Alhasil, istriku kembali tak berdaya.
Sekali lagi, hal ini terjadi cukup cepat. Lesakan penisku keluar masuk di dalam liang vaginanya, juga ritmenya masih ku jaga, slow but sure.
Tapi….
Istriku tiba-tiba saja……………………
“Ekkshhh sakit!” karena tanganku agak tergeser, alhasil kini bagian sisi samping telapak tanganku langsung di gigit istriku.
Aku spontan melepaskan tanganku dari mulutnya.
Detik berikutnya, istriku berbicara seperti berbisik di telingaku sembari kedua tangannya berusaha mendorong tubuh ku. “Kak Ar…. ku mohon cabut kak…. ku mohon jangaaaaaannnn……….. hahh… hahh… hahh… a-akuu Azizah… kak…. bukan istri kakak, bukan kak Azita… uuuhhh…”
DEGH!
Seakan-akan seperti tersambar petir, tubuhku terasa kaku.
Aku betul-betul terkejut mendengar kata-kata istriku, yang mengaku jika dia bukanlah istriku, melainkan Azizah, adik iparku.
Masih seakan tak percaya dengan kenyataan pahit ini, aku pun mengangkat sedikit bagian atas tubuhku dengan topangan dua tanganku yang bertumpu pada dua sisi kepala istriku, lalu menatap wajah yang membalas tatapanku ini dengan sangat sayu.
Aku masih berusaha mencari tanda-tanda jika dia, yang vaginanya masih mencengkeram penisku itu, serius atau hanya bercanda saja.
Namun tak ada ekspresi bercanda di sana.
Aku menoleh ke wanita yang berbaring di samping kami lalu kembali menatap wajah wanita di bawahku dengan panik.
BANGKEEEEE!
Ternyata benar, dia Azizah.
Panik bro!
Amat sangat panik ku dera saat ini.
Aku kini mengenali wajahnya yang memang lebih lonjong dan tak se-chubby istriku.
MODYARRR!!!
Bagaimana ini…
Mana penisku masih nancap di vagina Azizah.
Ahhhh sialan, mana di bawah sana, vaginanya nyedat-nyedot penisku yang amat sangat menegang di dalam liangnya.
-BERSAMBUNG-